Sabtu, 06 April 2013

pendidikan anak anak luar biasa (LBS)


BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman dalam masyarakat.
Selama itu anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya.






BAB II
PEMBAHASAN
1.      Definisi
Anak Luar Biasa adalah anak yang memiliki fisik, mental, tingkah laku (behavioral) atau karakteristik dari indranya memiliki kelainan sedemikian rupa daripada umumnya sehingga untuk maksimum kemampuannya (capacity) membutuhkan Pendidikan Luar Biasa atau layanan yan berhubungan dengan PLB. [1]
Pendidikan Luar Biasa adalah pembelajaran yang dirancang untuk merespon atau memenuhi kebutuhan anak dengan karakteristik yang unik dan tidak dapat dipenuhi oleh kurikulum sekolah yang standar (biasa). Pengertian Pendidikan Luar Biasa bila dioperasionalkan di lapangan dapat diartikan sebagai Kelas Khusus, program khusus dan atau layanan khusus yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan Anak Luar Biasa seperti Tuna Netra, Tuna Rungu, Tuna Daksa dan lainnya.[2]
2.      Sejarah Perkembangan Pendidikan Anak Luar Biasa
Para ahli sejarah pendidikan biasanya menggambarkan mulainya pendidikan luar biasa pada akhir abad ke 18 atau awal abad ke 19. Di indonesia sejarah perkembangan luar biasa dimulai ketika belanda masuk ke indonesia,( 1596 – 1942 ) meraka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi barat. untuk pendidikan bagi anak–anak penyandang cacat di buka lembaga-lembaga khusus.lembaga pertama untuk pendidikan anak tuna netra,tuna grahita tahun 1927 dan untuk tuna rungu tahn 1930. Ketiganya terletak di kota Bandung.


Berdasarkan urutan sejarah berdirinya SLB pertama untuk masing – masing katagori kecacatan SLB itu dikelompokan menjadi :
a.       SLB bagian A untuk anak tuna netra
b.       SLB bagian B untuk anak tuna rungu
c.       SLB bagian C untuk anak tuna Grahta
d.      SLB bagian D untuk anak tuna daksa
e.       SLB bagian E untuk anak tuna laras
f.       SLB bagian F untuk anak tuna ganda
Konsep pendidikan terpadu diperkenalkan di indonesia pada tahun 1978 yang bertujuan khusus untuk anak tuna netra.
3.      Layanan Pendidikan Anak Usia Dini Berkebutuhan Khusus
Pada mulanya yang dimaksud dengan anak kebutuhan pendidikan khusus hanyalah anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan saja. Namun, dewasa ini anak dengan kebutuhan pendidikan khusus termasuk pula anak lantib dan berbakat.
A. Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak lantib dan berbakat (Mulyono, 2006:26). Dalam perkembangannya, saat ini konsep ketunaan berubah menjadi berkelainan (exception) atau luar biasa. Ketunaan berbeda dengan konsep berkelainan. Konsep ketunaan hanya berkenaan dengan dengan kecacatan sedangkan konsep berkelainan atau luar bisa mencakup anak yang menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai keunggulan.
Banyak istilah digunakan untuk mencoba mengkategorikan anak-anak dengan kebutuhan khusus, beberapa istilah yang dapat membantu guru mengumpulkan informasi yang merencanakan untuk masing-masing anak mencakup: dungu, gangguan fisik, lumpuh otak, gangguan emosional, ketidakmampuan mental, gangguan pendengaran, gangguan pengllihatan, ketidak mampuan belajar, autistuk, dan keterlambatan perkembangan.

B. Anak Usia Dini yang membutuhkan perhatian khusus
Di berbagai Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (LPAUD), baik di TK, Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak dan satuan PAUD sejenislainnya selalu saja terdapat anak-anak yang membutuhkan perhatian khusus. Hal ini dijelaskan oleh Jamaris (2006:80-92) dan Mulyono (2006:6-9), bahwa terdapat masalah-masalah perilaku psikososial, berkesulitan belajar, ataupun anak dengan gangguan pemusatan perhatian/hiperaktif. Disisi lain, Jamaris (2006:94-100) juga menjelaskan bahwa terdapat anak dengan tingkat intelegensi yang luar biasa, seperti anak tuna grahita atau anak gifted dan berbakat.
Masalah-masalah perilaku psikososial yang seringkali muncul adalah:
a)      Penakut, seperti takut pada binatang, takut pada gelap, kilatan petir dan suara gemuruh yang menyertainya,takut pada orang asing atau rasa takut yang muncul dalam benak anak berdasarkan fantasi yang dibuatnya sendiri.
b)      Perilaku agresif, yang tampak pada tindakan-tindakan anak yang cenderung melukai anak lain, seperti menggigit, mencakar atau memukul. Biasanya perilaku seperti ini muncul sejak usia 2,5-3 tahun, selanjutnya perilaku tersebut seolah hilang dan berganti dengan ekspresi mencela, mencaci atau memaki (Jamaris 2006:81).
c)      Pendiam, menarik diri atau rendah diri, perilaku ini disebabkan oleh sikap orang tua yang terlalu berlebihan dalam mengontrol perilaku anak, yaitu adanya berbagai larangan yangg pada akhirnya berujung pada pengekangan pada diri anak.
Belakangan ini, seringkali juga terdengar istilah anak dengan budaya Autisme. Anak autis adalah anak yang mengalami outstanduing fundamental disorder, sehingga tidak mampu melakukan interaksi dengan lingkungannya. Oleh sebab itu, anak autis bersifat menutup diri dan tidak peduli, serta tidak memperhatikan lingkungannya (Greenspan dan Wider dalam Jamaris, (2006:85).
Sedangkan, Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah anak yang memiliki intelegensi normal atau diatas normal, akan tetapi mengalami satu atau lebih dalam aspek-aspek yang dibutuhkan untuk belajar. Istilah kesulitan belajar terjemahan dari learning disability, sebenarnya tidak tepat, seharusnya diterjemahkan sebagai ketidakmampuan belajar (Mulyono, 2006:6).
Kesulitan belajar ini disebabkan karena terjadi disfungsi ringan dalam susunan syaraf pusat (minimal brain disfunction). Kesulitan belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu:
1)      Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (development learning disability) dengan disfungsi yang dapat terlihat pada kelainan persepsi, kesulitan dalam menerima informasi, menyusun informasi agar dapat dipahami, bahkan sulit dalam mengkomunikasikan informasi yang diterima atau didengar. 
2)      Kesulitan belajar akademik (academic learing disabilities) yang ditunjukan pada adanya kagagalan-kagagalan dalam pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan, mencakup kegagalan dalam penguasaan keterampilan dalam membaca, manulis, dan atau matematika.
Di jelaskan bahwa penyebab kesulitan belajar adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis, sedangkan penyebab utama problema belajar (learning problems) adalah faktor eksternal yaitu antara lain berapa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kagiatan belajar yang tidak memebangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat (Mulyono, 2006:13).[3]
4.      Sistem Pendidikan Luar Biasa
Sistem Pendidikan Anak Luar Biasa antara lain:
1)      Sistem Pendidikan Segregasi
Sistem pendidikan dimana anak berkelainan terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Penyelengggaraan sistem pendidikan segregasi dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal.
Keuntungan dari sistem ini :
a)      Rasa ketenangan pada anak luar biasa.
b)      Komunikasi yang mudah dan lancar.
c)      Metode pembelajaran yang khusus sesuai dengan kondisi dan kemampuan anak.
d)     Guru dengan latar belakang pendidikan luar biasa.
Kelemahan:
a)      Sosialisasi terbatas.
b)      Penyelenggaraan pendidikan yang relatif mahal
Bentuk-bentuk Sistem Pendidikan Segregasi
a)      Sekolah Luar Biasa.
b)       Sekolah Dasar Luar Biasa
c)      Kelas Jauh/Kelas Kunjung
d)     Sekolah berasrama
e)      Hospital School
Tujuan Umum
Pendidikan integrasi bagi siswa luar biasa bertujuan memberikan pendidikan yang memungkinkan anak luar biasa memperoleh kesempatan mengikuti proses pendidikan bersama dengan siswa normal agar dapat mengembangkan diri secara optimal
Tujuan Khusus
a)      Memperluas kesempatan belajar siswa luar biasa
b)      Mempercepat proses penyesuaian anak luar biasa dengan anak normal dalam berbagai situasi
c)      Meningkatkan pemahaman terhadap anak luar biasa
d)     Memberi kesempatan lebih banyak lagi bagi anak luar biasa untuk mengembangkan bakat, minat dan kemampuan
e)      Memberikan kesempatan yang lebih banyak bagi anak luar biasa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi



2)      System Pendidikan Integrasi
System pendidikan luar biasa yang bertujuan memberikan pendidikan yang memungkinkan anak luar biasa memperoleh kesempatan mengikuti proses pendidikan bersama dengan siswa normal agar dapat mengembangkan diri secara optimal.
Keuntungan Sistem Pendidikan Integrasi
Sistem pendidikan integrasi memberikan keuntungan bagi anak luar biasa itu sendiri, anak normal  maupun orang tuanya, diantara keuntungan itu antara lain:
Keuntungan bagi anak luar biasa
a)      Merasa diakui kesamaan haknya dengan anak normal terutama dalam memperoleh pendidikan formal.
b)      Dapat mengembangkan bakat, minta dan kemampuan secara optimal
c)      Lebih banyak mengenal kehidupan orang normal
d)     Mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
e)      Harga diri anak luar biasa meningkat
f)       Dapat menumbuhkan motivasi belajar
g)      Menumbuhkan rasa percaya diri
Keuntungan bagi orang tua
a)      Orang tua merasa bangga.
b)      Orang tua akan merasa sangat terbantu dalam usaha mengembangkan kemampuan, bakat dan minta anaknya agar kelak dapat hidup mandiri.
Keuntungan bagi anak normal
a)      Dapat lebih mengenal dan memahami anak luar biasa.
b)      Kehadiran anak luar bisa dapat dijadikan motivasi untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
c)      Mengembangkan rasa solidaritas.[4]
5.      Cara Mengatasi Permasalahan Yang Ada Dalam Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus ( LBS)
pendidikan bagi anak – anak yang berkebutuhan khusus, maka telah disediakan berbagai bentuk layanan pedidikan ( sekolah ) bagi mereka pada dasarnya sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus sama dengan sekolah anak-anak pada umumnya. Namun kondisi dan karekteristik kelainan anak yang disandang anak yang berkebutuhan khusus, maka sekolah bagi mereka di rancang secara khusus sesuai dengan jenis dan kareteristik kelainannya.
Sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus di bagi menjadi 2 macam yaitu:
1)      Sekolah Luar Biasa ( SLB )
Yaitu sekolah yang dirancang khusus anak-anak berkebutuhan dari satu jenis kelainan.di indonesia kita mengenal bermacam- macam SLB,antara lain :
-SLB bagian A ( khusus untuk anak tuna netra)
-SLB bagian B ( khusus untuk anak tuna rungu)
- SLB bagian C ( khusus untuk anak tuna grahita)
- SLB bagian D ( khusus untuk anak tuna daksa)
- SLB bagian E ( khusus untuk anak tuna laras)
- SLB bagian G ( khusus untuk tuna ganda)
Dalam satu unit SLB biasanya terdapat berbagai jenjang pendidikan mulai dari SD.SMP,hingga lanjutan.


2)      Sekolah Dasar Luar Biasa ( SDLB)
Yaitu bentuk persekolahan ( layanan pendidikan) bagi anak berkebutuhan khusus hanya satu jenjang pendidikam SD. Selain itu siswa SDLB tidak hanya tetdiri dari satu jenis kelainan saja,tetapi bisa dari berbagai jenis kelainan. Misalkan dalam satu unit SDB dapat menerima siwa tuna netra,tuna rungu,tuna daksa, bahkan siswa autis.




 BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1).
Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa.
Sementara itu lembaga pendidikan tidak hanya di tunjukkan kepada anak yang memiliki kelengkapan fisik, tetapi juga kepada anak yang memiliki keterbelakangan mental. Mereka dianggap sosok yang tidak berdaya, sehingga perlu di bantu dan di kasihani untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu di sediakan berbagai bentuk layanan pendidikan atau sekolah bagi mereka. Pada dasarnya pendidikan untuk berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan anak- anak pada umumnya. Disamping itu pendidikan luar biasa, tidak hanya bagi anak – anak yang berkebutuhan khusus, tetapi juga di tujukan kepada anak-anak normal yang lainnya.
Beberapa sekolah telah dibuka bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus ini. System pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan siswa menjadi salah satu keunggulan yang ditawarkan sekolah – sekolah ini. Jadi anda tidak perlu khawatir dengan masa depan anak anda karena sekolah ini membekali anak untuk bisa hidup mandiri dalam hidupnya dengan segala kekurangan dan kelebihannya.



REFERENSI
1.       Nurani Sujiono Yuliani, Konsep Dasar Pendidikan anak Usia Dini, PT INDEKS.Jakarta 2009.